Jumat, 20 Juni 2014

Pedoman KBBI dan Kaidah Agama

OPINI | 06 December 2012 | 11:38 Dibaca: 311   Komentar: 0   0 Akhir-akhir ini penggunaan bahasan menjadi topik menarik yang dibahas kami Jurnalis yang ada di Tribun Pontianak. Bukan karena tidak memahami penggunaan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang benar, namun beberapa kata memang bagi kami memunculkan polemik tersendiri.
Kata-kata tersebut mulai dari kata serapan maupun kata singkatan yang dipergunakan instansi di negara ini. Satu yang paling menarik adalah penggunaan kata Shalat (beribadah menurut agama Islam-red) yang dalam KBBI justru tertulis Salat.
KBBI Cetak

Bukan baru kali ini sebenarnya persoalan tersebut menjadi masalah serius bagi saya secara pribadi, karena beberapa kali narasumber di lapangan juga menyatakan komplain, ini pada saat saya masih di lapangan dulu. Satu di antaranya adalah Kabis Penamas Kemenag Sintang Ekhsan S Ag yang memprotes saya dengan sangat keras.
Ekhsan meminta saya dan jajaran Tribun Pontianak untuk melakukan ralat terkait penusilan salat sebagai pengertian ibadah untuk umat Islam. Karena peggunaan kata tersebut tidak sesuai dengan serapan yang benar menurut bahasa arab. Dalam bahasa arab Shalat menjadi tulisan yang benar. Pada saat itu saya hanya bisa beralasan kami menggunakan pedoman KBBI dalam proses penulisan berita sehari-hari.
Yang menjadi rancu sebenarnya Harian Kompas sebagai induk perusahaan dari PT Kapuas Media Grafika atau harian Tribun Pontianak sendiri menggunakan kata Shalat dalam kasus ini. Mungkin Kompas ingin menunjukan bahwa mereka lebih menghormati norma agama dalam hal ini Islam daripada menggunakan KBBI yang konon katanya diciptakan para ahli bahasa.
Kasus yang sama pada penggunaan kata Ramadan untuk bulan suci umat Islam dimana mereka diwajibkan berpuasa sebulan penuh. Kompas menggunakan kata Ramadhan sesuai dengan kaidah agama Islam, sementara KBBI menyatakan kata Ramadan adalah kata yang benar.
Sekali lagi Kompas ingin menunjukan penghargaan yang tinggi terhadap kaidah agama Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia. Yang menjadi masalah besar adalah, bolehkah setiap media menggunakan persepsinya masing-masing dalam penulisan berita sehari-hari? Jawabanya tentu tidak. Namun apakah kita juga harus melanggar kaidah agama, kaidah budaya dan kaidah sosial dalam penulisan berita tersebut? jawabanya juga tentu tidak.
Masalah lebih pelik juga dialami kawan-kawan di Tribun Pontianak dalam penulisan Batalion untuk satuan dalam TNI. Penulisan Batalion tersebut sudah sesuai dengan KBBI, namun dalam penulisan dan pemberian jabatan sehari-hari, pihak TNI menggunakan kata Batalyon. Bukan persoalan apakah Batalion atau Batalyon sebenarnya karena keduanya sama-sama gampang dibaca.
Yang membingungkan kemudian adalah penggunaan kata Danyon singkatan dari Komandan Yonif (Pimpinan Batalyon-red), jika menggunakan kata Batalion apakah singkatan untuk Danyon juga berubah menjadi Danion (Komandan Ionif).
Begitu juga dengan penggunaan Yon Paskhas, Yon Arhanud, dan sebagainya. Mungkinkah yang seperti ini sempat lewat dari perhatian para ahli yang merumuskan KBBI. Atau memang wartawan yang ada harus belajar lebih mendalam penggunaan KBBI yang telah dirumuskan.
Kondisi seperti ini tentu tidak hanya terjadi pada Tribun Pontianak yang notabenenya adalah anak perusahaan dari Kompas Gramedia saja, pada media-media lain penggunaan kata ini juga sering rancu. Hanya saja mungkin jarang diperhatikan.
Penggunaan KBBI tentunya harus diterapkan semua unsur media yang ada, karena selain memberikan informasi, media juga bertugas memberikan pendidikan bahasa kepada anak-anak yang juga ikut membaca. Bayangkan saja jika kemudian media yang setiap hari menulis masih salah dalam penggunaan kata, dampaknya tentu sangat besar.
Dengan kondisi seperti sekarang ini, pertanyaan berikutnya adalah apa langkah yang harus dilakukan agar kedua kaidah bisa diterapkan tanpa bertolak belakang antara satu dengan yang lainya. Tentu dalam penyusunan KBBI yang konon diciptakan oleh para ahli, harus melibatkan semua elemen terasuk tokoh agama, ahli budaya dan seterusnya agar tidak memunculkan polemik di kemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nurul Hakim Ramadhan_089632231112